MUDIK ADVENTURE 1439 H / 2018 M


Adventure #3

Siapa Lebih Professional Bermotor?

           Suasana Pagi Hari di Depan Rumah

Hari kedua lebaran Sabtu, 2 Syawwal 1439 H/16 Juni 2018 M sudah tidak ada agenda silaturrahim ke sanak famili.

Pagi hingga sore kulewati waktu dengan duduk, berbaring, berbincang, dan sesekali waktu mencoba peruntungan berburu signal di pinggir pantai wkwkwk.

Sorenya, Aqsa Alkatiri keponakan saya yang kuliah semester 6 di UMI (Universitas Muslim Indonesia) sebuah Perguruan Tinggi Swasta di kota Makassar itu terlihat rapi seperti hendak bepergian.

Ahirnya ketika tau kalau mau ke desa sebelah dan seorang diri, langsung saya bilang ikut meski sebenarnya mau jemput mamanya.

Artinya kalau mau menjemput orang berarti tidak bisa mengajak orang lagi. Alhamdulillah dibolehkan saya ikut dengan cara mengajak teman yang memiliki motor darat, sebutan untuk sepeda motor

Perjalanan pun dimulai. Saya meminta ingin naik berbonceng dengan Aqsa, daripada berbonceng temannya yang belum saya kenal. Tapi permintaanku ditolak dengan alasan ban belakang motor kempes, sehingga ahirnya saya harus bonceng teman Aqsa yang ternyata bernama Chairil.

Baru sekitar 2 menit an berjalan, motor Aqsa yang berjalan di depan berhenti tepat di depan sebuah rumah yang masih tetangga kampung.

Ternyata mau pinjam pompa ban. Motor Chairil pun berhenti, kemudian kami berdua berusaha membantu Aqsa memompa ban.

Setelah ban keras, maka saya memilih bonceng Aqsa bukan saja karena sudah kenal tetapi atas saran Chairil, bukan juga karena Chairil merasa belum kenal saya, tetapi karena motor Aqsa lebih bagus, jadi pasti relatif lebih nyaman.

Ahirnya perjalanan dilanjutkan. Saat 2 motor kami lepas dari gang-gang kampung Indong. Maka jalan kami mulai menanjak ke perbukitan.
   Suasana Shubuh di Depan Kantor Camat

Kantor Camat adalah bangunan pertama setelah tanjakan jalan keluar gang kampung. Kemudian pekuburan umum yang saat itu ramai orang dan anak-anak sedang berziarah.

Mulailah rute perjalanan kami melalui jalan setapak yang memang benar-benar hanya cukup untuk satu arah sepeda motor. Sedang kiri-kanan seperti kebun-kebun tak bertuan dan semak belukar.

Jalanan setapak itu memang relatif kering, meski sebelumnya sempat hujan tidak seberapa deras terlihat ada sedikit-sedikit genangan air sehingga lumayan licin. Beberapa kali saya hampir terjatuh.

Belum jelas kenapa Aqsa sampai beberapa kali motornya hampir terjatuh di tempat licin. Sedang Chairil di belakang cuma 1 kali terlihat hampir terperosok ke semak belukar.

Bisa jadi karena dia lebih profesional di jalanan kota, lebih professional dengan motor laut atau jangan-jangan karena saya banyak gerak untuk selfie ya?hahh, jadi malu..๐Ÿ™ˆ

Semoga saja karena memang Aqsa kurang professional, wkwkwk.

Motor melaju hingga tibalah di jalanan berliku yang sepeminuman teh berikutnya naik, eit...sepeminuman teh layaknya baca komik dunia persilatan..wkwkwk. sekali waktu turun tajam,  tiba-tiba naik cukup menanjak dan terjal.

Sampailah ahirnya di tempat yang terlihat seperti bekas-bekas bebatuan yang terbelah dan tampaknya merupakan puncak dari perbukitan itu. Karena dari lokasi itu terlihat view pantai yang diliputi gunung-gunung serta hutan.
                
Perjalanan selanjutnya pun lebih banyak menurun daripada menanjak. Malah saking curamnya jalan menurun itu, Aqsa meminta saya turun saja dari motor untuk berjalan saja.

Sedang Chairil menawari saya untuk naik ke motornya. Pembaca, dari kejadian ini bisa ditebak kan bahwa tadi hampir terjatuh berkali-kali bukan karena saya banyak gerak untuk selfie? Iya benar kan? Tapi karena Aqsa.....terusin sendiri tidak tega sama keponakan sendiri.
Wkwkwk.

Perjalanan dengan Chairil jadi sering spot jantung, tahan nafas karena di tempat becek dan cuma seukuran ban motor pun dia tidak pernah meminta saya turun dari motor.

Alhamdulillah...rupanya desa Pelita yang menjadi tujuan sudah dekat.  Tampak pemukiman penduduk yang belum terlihat sejak 1 jam an yang lalu itu kini sudah di depan mata.

Bangunan sekolah SD yang merupakan bangunan pertama yang berada di lereng curam itu kami lewati dengan spot jantung. Jalan rabat semen itu belok kanan sedikit lalu kekiri dan turun sangat curam.

Jembatan di atas sungai yang ambrol sebelah itu pun harus kami lalui, terpampang di  depan mata. Eits.. Astaghfirullahal 'Adziim ada air yang mengalir juga di atas jalan yang tinggal seukuran 2 ban motor sedang kirinya juga sudah ambrol sedang kanannya becek dan pinggiran selokan.

Alhamdulillah selamat, saya tanya Chairil, "Chairil, nanti balik ada jalan lainkah tarada?" (Chairil, apakah tidak ada jalan lain untuk nanti kembali?)Ternyata harus lewat jalan itu juga.

Pelita adalah perkampungan yang masih jarang rumah, meski rumah sudah banyak yang tua dan berdinding kayu. Tapi Alhamdulillah bangunan sekolahnya bagus-bagus. Menurut informasi, banyak anaknya yang kuliah keluar, yah termasuk Aqsa juga.

Sampai di rumah nenek Aqsa, mama Aqsa bilang, " Tara ingin liak pertandingan bola kah, ini ada lagi main team Portu vs Spain?" (Apakah tidak ingin lihat pertandingan bola, ini lagi main antara Spanyol dan Portugal), sampai-sampai mikir, memangnya lagi ada nobar siaran ulang di lapangan begitukah?pikir saya dalam hati. Memang saat itu tadi malamnya pas pertandingan antara kedua team itu dengan skor 3 : 3. Bisa-bisa saja, wkwkwk.
                   
Ahirnya kami sempatkan liat pertandingan bola yang cukup ramai itu. Rupanya team tuan rumah desa Pelita lawan desa sebelah.
                  
Saat waktu menunjukkan pukul 17.30 an menit, kami pun segera bergegas untuk segera balik ke Indong agar tidak sampai malam kami dalam perjalanan.

Rute memang ada alternatif selain jalan setapak tadi, tetapi hanya bisa dengan jalur laut. Untuk jalur ini sebenarnya lebih bagus karena terlihat Pelabuhan Pelita jauh lebih bagus dibanding di Indong.

Perjalanan balik pun kami mulai, dan saya dengan joki Chairil tentu saja, sedang Aqsa membonceng mamanya.

Pikiran saya sebenarnya ada sedikit perasaan kawatir dengan keselamatan mamanya mengingat professionalitas Aqsa. Eits...meremehkan dan suudzon. Wkwkwk.

Tepatnya pukul 17.38 kami memasuki desa Bobo yang merupakan desa pemisah antara desa Pelita dengan desa Indong. Di desa inilah letak Pelabuhan Pelita.


Sekitar seperempat jam kedua motor kami melalui jalur sebagaimana saat berangkat dengan tantangan yang sama. Alhamdulillah sama-sama tidak ada hambatan.

Nahas, dimenit ke-16 perjalanan kami harus berhenti karena begitu menyelesaikan rute menurun yang sangat panjang kemudian menanjaj yang panjang pula begitu di atas motor Chairil berhenti sama sekali.

Yah, rupanya motor Chairil yang berboncengan dengan saya kehabisan bensin. Astaghfirullahal 'Adziim..kering kerontang tangki bensinnya.
                 
Bertolak belakang dengan motor Aqsa tangkinya full bensin. Rupanya Chairil tidak melakukan persiapan dengan check kendaraan terlebih dahulu sebelum berangkat tadi.

Suasana mulai gelap  sedangkan jalan setapak di tengah  semak belukar mana ada orang jualan bensin? Kepanikan dalam pikiran kami mulai muncul, lebih tepatnya dalam pikiran saya sendiri, wkwkwk.

Kami mencari akal bagaimana agar bisa mengatasinya, dicoba dengan mengurangi bensin motor Aqsa untuk ditambahkan ke motor Chairil tidak bisa, karena tidak ada selang maupun wadah untuk menampung sementara.

Ahirnya tidak ada jalan lain kecuali Chairil dan Aqsa harus kembali ke desa Bobo untuk mencari penjual bensin.

Sedang saya di tengah belantara bersama mama Aqsa harus menunggu motor yang tidak bisa jalan sama sekali, dan sampai berapa lama harus menunggu, Wallahu A'lam.

Andaikan ada orang jahat atau...atau hemm makhluk halus usil bagaimana?Hheee..Sedangkan sebagai lelaki harus bisa melindungi.

Dalam hatipun kudengungkan dzikir-dzikir sebisanya. Sambil sesekali kulihat kebelakang siapa tahu Aqsa dan Chairil sambil bawa bensin sudah datang.

Kenapa dalam hati tentu pembaca tahu, yah biar tidak terlihat panik di depan wanita yang juga kakak ipar saya itu. Wkwkwk.

Alhamdulillah Allah Ta'ala masih sayang, bensin didapat dan belum sampai gelap pekat sudah masuk kembali ke desa Indong.

Sekitar 10 menit setelah sampai rumah, kemudian Adzan Magrib berkumandang jam 18.36 an WIT.

Pembaca yang budiman, jadi siapa yang lebih professional bermotor dalam Adventure ini, Aqsa apa Chairil? Silakan komentar di kolom yang disediakan blogger.com!!

Tetap saya anggap sahabat meski comment harus mengebiri anggota keluarga saya.Wkwkwk.

Abu SaRach
Indong, 17 Juni 2018

Komentar

  1. Iso2 kalah saing iki aku ๐Ÿ˜†๐Ÿ˜…

    BalasHapus
    Balasan
    1. Piye maksud e, pean sopo koq an kenowen?๐Ÿ˜

      Hapus
  2. padahal saya sediakan voucher belanja menarik utk komen terbaik..suwer...wkwkwk

    BalasHapus
  3. Alhamdullah bisa berbagi pengakaman libunya, semangat terus ya dlm menulis kedepannya bisa di bukukan... semangat pak hajir

    BalasHapus
  4. Foto-fotonya bagus ustadz apalagi foto2 pemandangan alam

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih, tpi bijim2 yg bagus objeknya saja atau hasilnya jepretannya juga ya?๐Ÿ˜Š

      Hapus

Posting Komentar